The Underdogs : Dunia Maya, Paradoks Asosial Yang Melambungkan Popularitas

The Underdogs : Dunia Maya, Paradoks Asosial Yang Melambungkan Popularitas

SEJAK memutuskan menonton The Underdog, sebenarnya penonton sudah paham cerita yang bakal dinikmati dari film ini. Empat karakter yang diperkenalkan di awal, pun diyakini sebagai cupu-cupu yang bakal jadi korban risakan. Kelucuan juga bakal dibangun dari blunder dan kekonyolan empat tokoh Dio, Nanoy, Elli dan Bobi. Dan nyatanya, The Underdogs memang demikian.

Tapi yang menarik dari film ini justru pada kesederhanaan cerita yang tak berbelit. Plot cerita mengalir enak dinikmati, kelucuan yang minim adegan slapstick, juga karakter alami yang tidak lebay sebagaimana galibnya film komedi Indonesia. Kalau ditanya soal pesan yang ingin disampaikan pembuat film, silakan saja pilah pesan mana yang cocok di hati setelah nonton. 

The Underdogs juga sangat pas mengangkat kekinian isu. Isu bullying di sekolah. Juga media sosial yang sanggup mengubah nobody menjadi somebody, merupakan fenomena yang kerap terjadi. Media sosial yang sesungguhnya membuat penggunanya cenderung asosial, justru menjadi media instan menaikkan popularitas pelakunya. Ia mampu menjadikan si cupu sebagai hero. The Underdogs mengemas paradoks media sosial cukup menarik. Bukan sekadar isu tempelan seperti film-film drama komedi kebanyakan. Tidak terkecuali,  acara unjuk kemampuan (battle show), yang dikemas menarik.  Tidak terkesan sebagai setting panggung tempelan.

Menyoal sekadar tempelan, problem orang tua Elli (Sheryl Shainafia) justru menjadi twist cerita tempelan. Bahwa mereka ribut karena urusan remeh-temeh, pun terlihat nanggung. Kalau mau menjadikan scene komikal, menyoal urusan sambel hingga adegan keduanya saling berpegangan tangan menyaksikan Elli tampil di panggung, seperti adegan yang tak dipikirkan kehadirannya.

Sebaliknya problem tokoh Bobi dan papanya (Dede Yusuf) hadir lebih menarik, meskipun klise. Memang bukan hal yang fatal, melakukan simplifikasi atas problem tokoh-tokoh yang ada di Underdogs. Tidak esensi betul, toh keberhasilan jualan komedi dan kelucuan pembuat film ini sudah purna. Penonton sudah terpingkal, dan keluar bioskop mereka masih tersenyum-senyum.

The Underdogs bercerita tentang empat sahabat: Dio, Nanoy, Elli dan Bobi yang selalu menjadi korban perisakan di sekolah. Selain dikenal kurang gaul, mereka juga cenderung asosial. Menjadi bukan siapa-siapa di sekolah semakin menguatkan persahabatan mereka. Bahkan mereka mencoba eksis saat kuliah pun tetap jadi pecundang.

Ide memilih terkenal di media sosial datang dari Dio yang terus mengikuti popularitas grup SOL. Akhirnya mereka sepakat menjadi pencari popularitas di dunia maya. Ternyata hasilnya luar biasa. Kelompok mereka terkenal. Bahkan mampu menyaingi grup SOL (Sandro X, Oscar, Lola). Dan puncaknya, mereka bertaruh, kalau salah satu grup kalah, harus mau tutup akun.

Di seperempat bagian film inilah klimaks The Underdog lumayan menarik. Pembuat masih punya energi untuk menjadikan akhir cerita film lebih berkesan.

Nah seperti apa akhir kisah The Underdogs, silakan nikmati film yang ikut diproduseri Ernest Prakasa bersama Starvision ini!

(Sinemata/ *)

Sutradara: Adink Liwutang

Pemain: Sheryl Sheinafia (Elli), Brandon Salim (Dio), Babe Cabita (Nanoy), Jeff Smith (Bobi), Ernest Prakasa (Sandro X), Young Lex (Oscar), Han Yoo Ra (Lola)

Tags