Terbang – Menembus Langit: Rentetan Kegagalan yang Maunya Dramatis Bikin Nangis

Terbang – Menembus Langit: Rentetan Kegagalan yang Maunya Dramatis Bikin Nangis
(Dok: Demi Istri Productions)

TIDAK mudah mengangkat cerita biografi menjadi film menarik. Biography pictures (biopict) tidak hanya menawarkan inspirasi dan motivasi. Penonton butuh lebih dari sekadar sisi positif sang tokoh. Film Terbang – Menembus Langit menjadi contoh, success story sang tokoh tak cukup kuat mengajak penonton masuk bioskop. Padahal di awal-awal rilis, jumlah penonton film Terbang cukup membuat optimis.

Ada strategi pemasaran film yang bisa dijadikan ukuran. Bahwa keberhasilan manarik penonton ke bioskop di minggu pertama adalah keberhasilan tim promosi dan eksposur. Namun setelah minggu pertama film dirilis, keberhasilan ditentukan seberapa bagus film tersebut di mata penonton. Pengaruh word to mouth bekerja setelah tiga-empat hari pertama film rilis. Bahkan ada yang lebih cepat. Dan penilaian obyektif ini berlaku dalam menilai kualitas film.

Promosi gencar, eksposur maksimal, pada akhirnya harus diikuti variabel seberapa bagus film di mata penonton. 

Sebenarnya film Terbang punya materi cerita yang bagus. Kisah perjuangan sang tokoh – Onggy Hianata -- terentang panjang sejak masa anak-anak hingga sukses menjadi seorang motivator pendidikan mental dan karakter. Kisah perjalanan yang panjang ini terekam dalam film berdurasi hampir dua jam. Kehidupan sang tokoh dituturkan dalam beberapa fase kehidupan, namun porsi terbesarnya adalah perjuangan Onggy dalam menghadapi kemiskinan dan mengubah hidup meraih keberhasilan.

Beberapa kali keterpurukan setelah mencoba dan kegagalan usaha sang tokoh, seperti menjadi bagian repetitif yang belum mampu membetotk emosi penonton. Jatuh-bangunnya sang tokoh diibaratkan seperti naik roller coaster. Sebentar optimis, sesaat kemudian terhempas. Mulai dari ditipu, sampai masalah ketidakmujuran. Sesekali juga, berada di tempat yang salah dan waktu yang tak tepat. Merujuk pada adegan kerusuhan Mei 2008.

Keinginan memvisualkan sejumlah kegagalan untuk menggambarkan keterpurukan Onggy Hianata, sepertinya tanpa klimaks yang benar-benar menggedor emosi penonton. Butuh plotting yang benar-benar mampu menaikkan emosi penonton, agar film Terbang tidak terasa datar. Pasca-kerusuhan Mei 2008, menjadi akhir perubahan perjalanan hidup Onggy Hianata. Informasi atau planting, ia mengundang sejumlah orang dan memberinya motivasi, tak memberi gambaran jelas puncak perubahan perjalanan hidup Onggy Hianata.

Film Terbang berlatar kota Tarakan tahun 1980-an. Orangtua Onggy menghidupi anak-istrinya sebagai pegawai toko. Kerja kerasnya selama bertahun-tahun tak mengurangi beban kemiskinan. Bahkan untuk sekolah, Onggy harus memaksakan keinginan. Begitu juga ketika ia memilih pindah sekolah ke Surabaya setelah kematian sang bapak.

Mulailah perjuangan Onggy mengasah jiwa kewirausahaannya. Mulai dari jualan krupuk, singkong pedas sampai bermacam-macam dagangan. Kegagalan mengajarkan Onggy Hianata pantang putus asa. Bahkan terusir dari kontrakan ke kontrakan, ia jalani. Sampai titik balik keberhasilan itu menghampiri. Kisah berikut, hanya dituturkan lewat teks di akhir film, Bahwa tahun 2003, Onggy mendirikan Edunet Global dengan training andalannya Value Your Life, A Life Changing Bootcamp. Selama bertahun-tahun Onggy Hianata mengabdikan dirinya di bidang pendidikan mental, karakter, leadership dan spiritual. Inti programnya adalah perubahan hidup dan menginspirasi peserta program agar mampu membangun kehidupan, sampai bisa ‘terbang’ menembus langit kehidupan.

Tertarik?

(Sinemata/*)

Sutradara: Fajar Nugros

Pemain: Dion Wiyoko, Laura Basuki, Chew Kin Wah, Baim Wong,

Tags