Mile 22: Keseruan Merebut Simpati Penonton

Mile 22: Keseruan Merebut Simpati Penonton

KETIKA pasar penonton China daratan mulai sadar bahwa film-film Hollywood sering menghasilkan film yang tak sesuai harapan mereka. Hollywood harus mencari pasar baru. Indonesia memiliki potensi penonton besar. Film box office di sini punya potensi mengoleksi lebih dari enam juta penonton. Ini pasar film cukup seksi. Mengajak pemain lokal sebagai bagian dari karakter utama, menjadi cara ampuh menarik simpati. Mile 22 sudah membuktikannya.

Iko Uwais menjadi sidekick dari Mark Wahlberg di sepanjang film. Satu posisi peran yang cukup menjadi portofolio bintang lokal makin menginternasional. Karakter Iko sebagai Li Noor bahkan lebih mencuri perhatian dibanding karakter utama yang diperankan Mark Wahlberg. Penonton mana yang tak terhibur bintang lokal dan idola mereka tampil bersama bintang sekelas Wahlberg.  

Mile 22 jelas membaca kekecewaan pemuja Iko Uwais yang tampil se-uprit di film-film seperti Man of Tai Chi, The Force Awakens atau Beyond Skyline. Boleh dibilang penampilan Iko ibarat peran penghiburan buat penonton film lokal. Mile 22 memanjakan penonton film lokal demi merebut simpati mereka. Nyatanya berhasil!

Lalu apakah Mile 22 sebegitu istimewanya sebagai produk Hollywood?

Biasa saja. Tidak istimewa betul, tapi cukuplah memenuhi harapan penonton film disini yang menginginkan idolanya punya porsi peran lebih. Peran Iko uwais termasuk istimewa, sentral cerita ada pada tokoh Li Noor.  Begitu juga adegan laga yang melibatkan Iko, memiliki kekhasan koreografi, meski disebutkan peran Iko hanya sebagai co-fight choreography.

Di tayangan behind the scene film, pujian atas hasil koreografi adegan laga dilontarkan sang sutradara, Peter Berg. Juga Mark Wahlberg yang juga duduk di kursi produser di film Mile 22 ini. Penonton mana yang tidak dilambungkan emosinya saat melihat idolanya dipuji dua nama besar di perfilman Hollywood.  Satu cara menarik simpati penonton film lokal bisa dibilang sangat berhasil. Dengar saja pujian para penonton setelah menyaksikan Mile 22.

Seperti galibnya film laga spionase, jalinan cerita Mile 22 cenderung linier. Tak sulit memahami kelindan cerita petualangan agen CIA, James Silva. James Silva sukses menggelar operasi intelijen di banyak negara, kali ini menghadapi musuh yang tak pernah disangka. James Silva telah membunuh pemuda di bawah umur berkebangsaan Rusia dalam satu operasi penyergapan.

Celakanya bahan pemerkaya bom nuklir yang disebut Cesium ini tak ditemukan dalam penyergapan. Kekhawatiran pihak Amerika adalah kalau cesium diperdagangkan, akan mengancam keselamtan banyak orang.  Klise kan?

Eh tiba-tiba saja, Li Noor muncul mambawa cerita soal cesium dan meminta suaka apabila Amerika menginginkan keberadaan pemerkaya bom nuklir ini. Perjalanan mengawal Li Noor dari kedutaan ke bandara berjarak 22 mil inilah yang dirangkai menjadi plot utama sekaligus keseruan film.

Cerita klise spionase memang. Mile 22 juga galibnya cerita spionase, kelindan cerita berikut twist kejutan ikut menjadikan film Mile 22 lebih menarik. Tidak sepenuhnya berhasil, tapi cukup membuat penonton lebay, melontarkan pujian serta menyebut rating film terlalu berlebihan, overrated!

(Sinemata/*)

Tags