Keluarga Cemara: Penuh Makna dan Mengingatkan Nilai-Nilai Keluarga Pada Generasi Milenial

Hingga hari Minggu 27 Januari 2019 lalu, jumlah penonton film drama keluarga Keluarga Cemara mencapai 1.611.797 orang. Film yang diadaptasi dari serial televisi tahun 1990an ini bisa dibilang film Indonesia pertama di Indonesia yang mencapai 1 juta penonton lebih. Rumah Produksi Visinema Pictures mengenalkan Keluarga Cemara kepada generasi milenial sekaligus menawarkan momen nostalgia kepada penggemar setianya.

Keluarga Cemara: Penuh Makna dan Mengingatkan Nilai-Nilai Keluarga Pada Generasi Milenial

Kisah “Keluarga Cemara” yang awalnya adalah karya Arswendo Atmowiloto, masih mengusung kisah mengenai sebuah keluarga dengan status ekonomi berada dari kota besar harus berpindah tempat tinggal ke perkampungan. Di perkampungan inilah kehidupan keluarga ini berubah drastis. Abah, yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman mengalami masalah hutang piutang yang menyebabkan perusahaannya harus gulung tikar. Bersama dengan Emak (Nirina Zubir), Euis (Zara JKT48) dan Ara (Widuri Puteri), keluarga ini berpindah ke perkampungan di pedalaman Bogor. Culture shock dirasakan oleh Euis, ia yang biasanya sekolah di sekolah elit dan bagus terpaksa harus sekolah di sekolah negeri yang kecil. Banyak konflik yang timbul di masa adaptasi dan penyesuaian diri mereka. Abah dan Emak bekerja cukup keras untuk memenuhi kebutuhan keuangan, Euis merasa kehilangan teman-teman baiknya dan tidak betah untuk hidup perkampungan. Lucunya, Ara lain dari yang lain. Ara masih ceria dan penuh senyum, justru Ara lebih menyukai tinggal di kampong karena menurut Ara udaranya lebih segar dan Abah juga lebih sering menghabiskan waktu di rumah.

Film ini bisa dibilang film keluarga yang luar biasa. Banyak sekali nilai-nilai moral, adegan-adegan penuh makna mengenai berkehidupan di dalam keluarga, yang sekarang ini mulai banyak ditinggalkan oleh keluarga-keluarga saat ini. Lagu pembuka yang legendaris “Harta yang paling berharga, adalah keluarga,” juga masih menjadi ikonik di film Keluarga Cemara. Yandy Laurens mengemas Keluarga Cemara dengan sangat baik. Sutradara debutan ini berpengalaman membuat beberapa film pendek untuk berbagai festival film berhasil menunjukkan taringnya di film layar lebar pertamanya ini. Dengan begitu presisi dan fokus mengangkat tema keluarfa dengan banyak adegan-adegan dramatik berkualitas, sama sekali tidak cengeng, tapi mampu menyentuh dan menghangatkan hati penonton. Yandy juga bisa membuat para pemainnya berinteraksi secara natural, sehingga penonton bisa merasakan bahwa mereka benar-benar sebuah keluarga.

Tapi kesuksesan film ini juga karena penampilan para pemainnya. Ringgo Agus Rahman yang biasanya berperan komedi dan karakter konyol sama sekali tidak tampak di film. Ringgo menjadi Abah yang benar-benar merupakan sosok ayah yang pekerja keras. Ringgo menepis segala keraguan banyak pihak saat pertama kali diumumkan sebagai pemeran Abah. Sementara Nirina Zubir yang biasanya menampilan emosi netral mampu menjaga keseimbangan dan penengah di situasi-situasi konflik, penampilan apik dari Nirina Zubir di film ini bisa dirasakan oleh penonton di beberapa adegan yang mengharukan. Kedua pemeran anak Euis dan Ara juga tampil gemilang. Zara mampu melepas baying-bayang nama JKT48 melalui akting sendu dan khas remaja perkotaan menjadi sedikit berbeda dari Euis di serial televisi dulu. Zara sukses menghasilkan chemistry yang hebat dengan karakter Abah. Terakhir, Widuri Puteri yang merupakan putri Dwi Sasono sebagai Ara yang ceria dan lugu juga menunjukkan talenta dan performa yang menawan untuk seorang anak berumur 8 tahun.

Singkat kata, Keluarga Cemara sangat bagus untuk ditonton bersama dengan keluarga. Nilai-nilai dan makna kehidupan berkeluarga yang mulai hilang dewasa ini mungkin bisa ‘terobati’ dengan film ini. Apakah kamu sudah menonton Keluarga Cemara?

( Sinemata / AAD )

Sutradara: Yandy Laurens

Pemain: Ringgo Agus Rahman (Abah), Nirina Zubir (Emak), Zara JKT48 (Euis), Widuri Puteri (Ara)

Tags