Wonderful Life: Menemukan Kebisaan Anak-anak Istimewa
MENYAKSIKAN film Wonderful Life seperti merasakan problem kebanyakan yang dihadapi orangtua orangtua modern. Ketika anak mereka diketahui menyandang disleksia, autis atau down-sindroma, orangtua seakan berpacu menemukan obat cespleng untuk buah hati mereka. Yang terlihat, tentu saja kebingungan. Lebih ekstrem lagi, mereka menangani anak-anak mereka kerap tak masuk akal. Wonderful Life memotret kebingungan orangtua, sekaligus menjadi perjuangan mengatasi masalah anak-anak mereka.
Amalia merupakan salah satu ibu dari sekian banyak orangtua yang berjuang mengatasi masalah disleksia yang disandang Aqil, anak semata watangnya. Amalia menjadi gambaran orangtua masa kini yang dipusingkan kelainan yang disandang anak-anak mereka. Amalia berjuang mendapatkan perawatan yang terbaik buat Aqil agar bisa menjalani kehidupan normal seperti anak-anak di sekolahnya.
Lingkungan sekitar kerap tidak mendukung usaha-usaha yang dilakukan Amalia untuk memahami masalah yang dihadapi anaknya. Orang terdekat seperti ayah Amalia, melihat bahwa penyakit yang diderita cucunya adalah bentuk kesalahan didik orangtuanya. Aqil dianggap bodoh tak bisa berhasil dibanding anak-anak normal.
Masalah berikutnya adalah kegagalan dukungan di lingkungan si anak sekolah. Tanpa memahami si anak sebagai penderita disleksia, tentu justifikasi sebagai anak pas-pasan kemampuan otaknya tentu menjadi problem yang tak akan ada putusnya. Belum lagi ejekan dan perundungan yang dilakukan teman-teman si anak, kerap menjadi faktor kegagalan mendidik penyandang disleksia. Meskipun mereka punya kelebihan yang tak dimiliki kawan-kawannya.
Faktor berikutnya adalah orangtua si anak sendiri. Beruntung Amalia menaydari kesalahannya mencari obat cespleng penyembuh disleksia. Bukan ramuan atau obat kimia yang menyembuhkan penyandang disleksia. Tapi memahami kemampuan dan kebutuhan si anak akan membantu penyandang disleksia menemukan cara mengatasi masalah penyadang disleksia yang diasosiasikan kesulitan membaca. Mereka melihat huruf atau kata secara berbeda dibanding anak kebanyakan. Itu sebabnya, mereka kesulitan membaca dan belajar. Lebih baik mengambangkan kebisaan yang kerap dimiliki penyandang disleksia.
Amalia akhirnya menyadari bahwa Aqil memiliki kebutuhan khusus dalam proses belajar. Amalia juga menyadari bahwa banyak tindakan orangtua dalam mengatasi problem disleksia, kerap salah arah. Apalagi sampai membawanya ke dukun. Pada satu titik, Amalia sebagai orangtua harus memberikan perhatian khusus untuk Aqil. Memahami kebisaan si anak.
Wonderful Life ragu mengeksploitasi perjuangan Amalia dalam menghadapi disleksia yang disandang si anak. True event yang menjadi dasar penceritaan perjuangan ibu-anak juga tak mampu menghadirkan narasi-visual secara grande. Tidak perlu sekelas Forest Gump, tapi cukuplah verbal lebih bernas dan in-depth pada pemahaman persoalan disleksia. Kerepotan perjalanan menemui para pengobat alternatif dipilih menjadi latar cerita. Dan puncaknya, Amalia seakan menemukan ‘lampu pijar’ di kepalanya (magical things) sebagai konklusi penyembuhan sang buah hati. Luar biasa!
Pilihan gaya tuturan sederhana Wonderful Life sedikit mendegradasi problem kebanyakan yang dihadapi para ibu modern. Barangkali disleksia yang dialami Aqil tak serumit anak-anak penyandang disleksia kebanyakan. Toh di akhir film disebutkan, bahwa the real Aqil mampu mengembangkan kebisaannya.
Wonderful Life setidaknya menawarkan, bahwa dibutuhkan perjuangan ekstra buat orangtua yang anaknya menderita disleksia, autisme maupun down-sindroma. Dan selalu tanamkan kuat-kuat dalam pikiran, bahwa mereka adalah anak-anak istimewa!
(Sinemata/*)
Pemain: Atikah Hasiholan, Sinyo, Alex Abbad, Lydia Kandouw, Putri Ayudya Arthur Tobing, Didik Nini Thowok
Sutradara: Agus Makkie