Billy Lynn’s Long Halftime Walk: Menang Perang Pun, Tetap Kalah
BAGI penggemar film drama perang sudah pasti kecewa menyaksikan Billy Lynn’s Long Halftime Walk. Pertempuran hanya flash back, saat Billy Lynn bersama grup Bravo berada di medan tempur di kota Alkanhar. Hanya itu letusan senjata terjadi sebagai latar cerita kematian Sersan Shroom dan kepahlawanan yang perlihatkan Billy.
Billy Lane dari awal hingga akhir, bertutur tentang psikologi para pelaku perang saat dipestakan dan dijadikan pembangkit semangat rakyat. Meskipun faktanya, para tentara ini kesulitan memahami yang dilakukan pemerintah Amerika dalam menyambut mereka. Delapan orang tentara ini merasa seperti boneka bodoh yang dipajang di keramaian. Mereka juga kesulitan kembali menjadi warga normal.
Di tangan Ang Lee, Billy Lynn menjadi cerita kegetiran para tentara yang tak bisa mengembalikan kenormalan hidup mereka. Billy Lynn menjadi satir, sekaligus menjungkirbalikkan nilai-nilai kepahlawanan. Pesta penyambutan tak ubahnya komoditas dan eksploitasi. Mereka dijamu dan disanjung sesungguhnya tak lebih dari pemanis acara. Mereka dijadikan alat propaganda untuk pembenaran penyerbuan ke Irak.
Lewat Billy Lynn, Ang Lee juga mengubah persepsi tentang kemenangan perang. Sebenarnya, Amerika-lah yang lebih banyak menderita saat menggempur Ira katas nama senjata pemusnah masal. Bahwa Saddam Husein diturunkan paksa dari kekuasaannya memang benar. Tapi fakta bahwa sebagian besar anak muda yang dikirim ke Irak, tidak bisa kembali hidup normal. Jiwa mereka sudah tidak kembali lagi pada keluarga, saudara, anak-istri maupun orang-orang sekitar. Kepergian mereka ke medan perang, jelas sebuah kesalahan, tapi negara tetap menyatakan sebagai sebuah kemenangan para pahlawan yang pantas dipestakan.
Prajurit bernasib seperti Billy Lynn sangat banyak. Ang Lee mengadaptasinya dari cerita novel best seller karya Ben Fountain dengan gaya tuturan begitu deras dan cepat. Begitu banyak sinisme di setiap dialog. Dan tidak semua penonton menyukai film dengan dialog begitu padat dari depan sampai akhir. Bisa dipahami banyak penonton kecewa dengan film garapan Ang Lee kali ini.
Sangat berbeda dibanding master-piece Ang Lee seperti Crouching Tiger, Hidden Dragon, Life of PI atau Brokeback Mountain. Ketiganya dipuji setinggi langit sebagai film berkelas. Bahkan ketiganya memang memukau.
Tapi bagi penonton yang menyukai sisi kemanusiaan sebuah perang, juga satir dan sinisme tentang kemenangan perang, akan menyukai Billy Lynn. Meskipun tak nikmat juga menyaksikan akhir cerita Billy Lynn yang datar dan anti-klimaks.
Billy Lynn dan skuad Bravo, dipulangkan selama dua minggu setelah menjalani pertempuran yang mengakibatkan gugurnya Sersan Shroom. Shroom sangat dihormati dan dipuja anak buahnya. Tak ubahnya orangtua di medan tempur bagi prajurit seperti Billy yang baru berusia 19 tahun. Dalam satu pertempuran Shroom tewas. Billy berhasil melindungi Shroom saat baku tembak.
Bravo Squad pun kembali ke Amerika menjalani masa libur mereka. Selama dua minggu mereka diarak, dipestakan dan diikutkan berbagai acara. Mereka dianggap sebagai pahlawan. Keberanian mereka sangat heroik. Pemerintah juga yakin bahwa prajurit muda ini bisa memotivasi keluarga-keluarga Amerika yang menolak perang. Kisah kontradiktif ini diperlihatkan keluarga Billy. Kakaknya – Kathryn -- tak menginginkan Billy kembali ke Irak. Billy Lynn tak bisa memenuhi permintaan kakaknya, ia harus kembali ke pasukannya. Ia harus kembali ke Irak.
Perang telah mengubah semuanya, baik untuk yang kalah maupun pemenang.
(sinemata/ *)
Pemain:
Joe Alwyn (Billy), Garrett Hedlund (Dime), Vin Diesel (Shroom), Steve Martin (Norm Oglesby), Chris Tucker (Albert), Kisten Stewart (Kathryn), Makenzie Leigh (Faison) Mason Lee (Foo), Beau Knapp (Crack), Ismael Cruz Cordova (Holliday), Barney Harris (Sykes), Arturo Castro (Mango),
Sutradara: Ang Lee