Kung Fu Yoga: Minim Kualitas, Tetap Box Office

Kung Fu Yoga: Minim Kualitas, Tetap Box Office

SUGUHAN animasi (computer generated imagery – CGI) di pembuka film Kung Fu Yoga, langsung skeptis. Plus narasi sejarah pertempuran bangsa Magadha yang tidak menarik sama sekali, memunculkan ragu Kung Fu Yoga bakal menghibur.

Mencoba mengabaikan kritik dan review media yang telanjur menyematkan ‘bintang-bintang kecil’ – tak lebih dari dua bintang – tetap saja merasa tak menemukan sisi menarik film Jacky Chan ini. Kung Fu Yoga tak memiliki cerita yang menarik, meskipun merupakan film kerja sama China dan India. Siapa pun yakin, dua negeri dengan pasar penonton terbesar di dunia, akan menghasilkan box office luar biasa. Nyatanya tidak demikian. Kung Fu Yoga di India hasilnya jeblok dan dicibir penonton. Hari pertama cuma dapat Rp 8 miliar.

Beruntung Kung Fu Yoga beredar di China daratan di saat warganya merayakan liburan tahun baru. Di minggu pertama Kung Fu masih bisa mengumpulkan 38 juta USD (Rp 490 miliar). Dan sampai minggu kedua, Kung Fu mengoleksi 180 juta USD (Rp 2,4 triliun) atau 90 persen lebih dari seluruh pendapatan. Kung Fu Yoga menikmati manisnya film-film yang beredar di tahun baru Imlek. Persis seperti Monster Hunt, Mermaid, Monkey King 2 atau Yip Man 3.

Memang sangat jauh berbeda suasana gedung bioskop di India dan di China, dimana komedi slapstick Jacky Chan disambut ger-geran di dalam gedung.  Beruntung juga penonton di China, tidak perlu menyaksikan Kung Fu Yoga dalam versi dubbing (sulih suara) berbahasa Inggris. Sangat buruk dan mendegradasi dialog film, belepotan dan menjadikan karakter tokoh di film Kung Fu Yoga kehilangan greget!

Bagus-tidaknya film tetap menjadi ukuran apresiasi penonton. Kualitas film yang mendorong penonton masuk ke dalam gedung bioskop. Lalu apakah Kung Fu Yoga berhasil dengan pencapaian pendapatan sebesar itu? Tentu susah mengukur kualitas film kalau apresiasi sifatnya subyektif. Hanya di daratan China saja Kung Fu Yoga disambut antusias penonton. Di luar China, film kolaborasi Jacky Chan dan sutradara Stanley Tong dikritik dan jauh dari kategori film berkualitas. Bandingkan dengan Skiptrace atau Railroad Tigers yang sangat menarik dan menghibur. 

Cerita Kung Fu Yoga tak ubahnya petualangan Indiana Jones. Jacky Chan berperan sebagai Profesor Jack, seorang arkeolog China ternama. Ia kedatangan tamu dari India yang memintanya mencari harta karun wangsa Magadha yang tertimbun di gua yang tertutup es hingga ketebalan 30 meter. Selain harta emas permata, temuan Jack bersama koleganya yang paling berharga adalah berlian yang disebut mata Syiwa.

Mata Syiwa inilah yang menjadi rebutan banyak pihak. Mata Syiwa tidak saja menyimpan harta karun Magadha, tapi harta karun negeri India.

Adegan terakhir setelah rahasia mata Syiwa terbuka inilah yang membuat kebanyakan penonton sewot. Profesor Jack dan koleganya, ditambah kawanan penjahat, berdamai dan menari bersama. Joged India yang dipertontonkan seluruh pemain, menjadikan Kung Fu Yoga berakhir datar, tanpa klimaks tanpa adegan menawan. Tidak peduli, koreografer joded India ini seorang Farah Khan sekali pun. Tetap saja, tak menarik!

(Sinemata/*)

Tags