KARTINI: Emansipasi dengan Balutan Kekinian Isu
RUMAH Produksi Legacy Pictures dan Screenplay Films merilis film biopik yang mengangkat perjuangan wanita Indonesia, Kartini. Penggarapan film yang cukup lama ini akhirnya akan tayang di Bulan April. Memanfaatkan momentum perayaan hari Kartini.
Hanung Bramantyo dipercaya menyutradarai film Kartini sekaligus menulis naskahnya. “Tugas saya sebagai pembuat film ini adalah bagaimana saya bisa menciptakan karakter Kartini kembali untuk bisa dinikmati dan diresapi maknanya oleh para penonton.” ujar sutradara yang produktif ini.
Film Kartini karya Hanung ini menawarkan pada generasi muda memahami perjalanan hidup Kartini. Banyak adegan yang dibuat secara sengaja mengakomodasi dan kompromi dengan situasi kekinian. Bahkan banyak penonton melihat bahwa warna budaya pop anak muda begitu jelas terbaca di film Kartini. Hanung ingin memudahkan penontonnya memahami perjuangan Kartini dibanding harus membaca buku sejarah.
Penonton disuguhi perjuangan RA Kartini dari kecil hingga ia disunting Bupati Rembang. Esensinya adalah tawaran cerita yang sangat seksi, yaitu perjuangan emansipasi Kartini. Kecamuk batin Kartini yang melihat perlakuan diskriminatif dari keluarganya sendiri coba dieksploitasi. Kadang pembuat Kartini tidak terlalu peduli dengan detail kondisi sosial sebelum dan sesudah tahun 1900-an. Budaya pesisir keluarga ningrat tampil lebih cair, tidak dalam strata detail. Barangkali tidak diperlukan lagi, toh kemasan terbesarnya adalah psikologi gadis perempuan melawan kehendak keluarga dengan perspektif makro dan dikorelasikan dengan kekinian zaman. Jadilah Kartini versi Hanung.
Beruntung Kartini didukung banyak pemain mumpuni di perfilman Indonesia. Sebut saja Dian Sastrowardoyo (Raden Adjeng Kartini), Deddy Sutomo (Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat), Christine Hakim (M.A. Ngasirah), Nova Eliza (M.A. Ngasirah Muda), Djenar Maesa Ayu (Raden Adjeng Moeriam), Acha Septriasa (Roekmini), Ayushita (Kardinah), Reza Rahadian (Sosrokartono). Mereka seperti ensembel karakter yang menaikturunkan emosi penonton.
Film Kartini, bagi Dian Sastrowardoyo merupakan film biopik pertamanya. Antusiasme Dian Nampak dari penjelasannya, ia tidak sekadar memahami naskah film. Dian melakukan banyak eksplorasi atas perannya tersebut. Termasuk membaca semua tulisan-tulisan Kartini yang pernah diterbitkan.
“Ini (Kartini) kesempatan yang tidak akan datang 20 atau 30 tahun lagi. Jadi saya harus mempersiapkan sungguh-sungguh untuk menjadi Kartini. Saya membaca semua tulisan-tulisan Kartini yang sudah diterbitkan dan membaca semua referensi pustaka,” ujar Dian yang sangat mengagumi sosok Kartini.
Kartini terlahir dari rahim Ngasirah, wanita yang tidak memiliki darah ningrat. Ia menyaksikan ibu kandungnya diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri. Meskipun sesungguhnya posisi ini memang diingini Ngasirah sebagai pengabdian. Namun Kartini melihat sebagai dorongan memperjuangkan kesetaraan bagi semua orang. Pendidikan menjadi perhatian terbesarnya. Bersama kedua saudarinya Roekmini dan Kardinah, ia mendirikan sekolah untuk kaum miskin.
Film arahan Hanung Bramantyo ini merupakan penampilan ketiga dari Kartini di layar lebar setelah sebelumnya film biografi R.A. Kartini (1984), dan kisah fiksi asmara dari Kartini yaitu Surat Cinta Untuk Kartini yang telah dirilis pada tahun 2016 yang lalu. Kartini: Princess of Java sudah bisa disaksikan di bioskop Indonesia mulai tanggal 19 April 2017.
(Sinemata/DN)
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Robert Ronny
Penulis Naskah : Bagus Dramanti, Hanung Bramantyo
Pemain : Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita, Deddy Sutomo, Christine Hakim, Reza Rahadian, Adinia Wirasti, Djenar Maesa Ayu, Denny Sumargo, Nova Eliza, Dwi Sasono, Rianti Cartwright, Hans de Kraker, Carmen van Rijnbach, Rebecca Reijman, dll.