STIP & PENSIL: Lebih Lucu, Tanpa Perlu ‘Pesan Sponsor’
TADINYA berharap meskipun cerita seputar anak sekolah, Stip & Pensil tetap ‘berisi’. Dialog bernas, komedi bikin ngakak, atau malah dramanya bikin haru. Nyatanya Stip dan Pensil gagal memanfaatkan materi menarik, mulai dari cerita hingga pemainnya.
Tadinya juga berharap bakal menyaksikan film semenarik Cek Toko Sebelah. Setidaknya di trailer olok-olok tentang pegawai pemda yang gak mungkin bermata sipit, cukup mengena dan mendorong pengen nonton. Sayang, naskah bagus yang ditawarkan Joko Anwar tak dieksekusi dengan bagus.
Bukankah komedi adalah film yang butuh lebih serius dalam penggarapannya? Bukankah rekam jejak Ernest Prakasa di film Cek Toko Sebelah sudah cukup meyakinkan penonton hadir di bioskop? Bukankah karakter empat sahabat Togiburas juga sangat menarik layak dieksplorasi jadi bahan guyonan? Nyatanya, Stip dan Pensil gagal memancing tawa penonton. Tadinya berharap bisa ger-geran berkepanjangan, nyatanya sepanjang film hanya bisa menertawakan lelet-nya si Bubu, kegilaan RT kampung, juga Mak Rambe si tukang nyolot. Selebihnya, pengulangan kelucuan di banyak film-film komedi.
Toni, Agi, Bubu, dan Saras – Togiburas -- dikenal sebagai empat sahabat yang aneh. Karena mereka kaya, karena mereka berbeda. Mereka jadi musuh kelompok Edwin yang selalu merasa paling bener di lingkungan sekolah. Juga ada tokoh Richard yang punya kanal sosial media dan selalu merisak kelompok Togiburas. Karena Pak Adam, kedua kelompok ini mengikuti lomba penulisan esai di sekolah. Togiburas memilih tema sekolah anak jalanan.
Tak hanya buat esai, Togiburas serius mendirikan sekolah di sebuah kampung miskin. Perjuangan mereka mendirikan sekolah dan mengajar pengamen anak-anak tidaklah mudah. Mereka memilih mencari uang di jalanan daripada harus sekolah. Belum lagi ulah warga kampung yang selalu meminta imbalan kepada anak-anak Togiburas yang memang kaya. Alhasil, sekolah untuk anak miskin ini gagal. Hanya satu anak yang mampu membaca.
Stip dan Pensil dari hasil box office tidaklah buruk-buruk amat. Masih bisa mendulang 40an ribu penonton per hari. Setidaknya lima hari pemutaran bisa meraih 230an ribu penonton, sudah cukup lumayan. Tapi berhitung dengan die-hard-nya Ernest Prakasa, Arie Keriting, Tatjana Saphira, mestinya Stip dan Pensil bisa lebih besar lagi penontonnya.