Jomblo: Diniatkan Menghibur Generasi Now!
SEMESTINYA bisa dipahami oleh rumah produksi mana pun. Kalau mau remake film, atau produksi ulang, pilihlah film yang benar-benar box office. Setidaknya dua juta penonton, atau minimal sejuta penonton di produksi pertama.
Sangat berisiko remake film dengan jumlah penonton yang tidak fantastis. Banyak contoh film sekuel, film lanjutan, dibuat-ulang, reboot, tanpa mengindahkan jumlah penonton awal. Film pertama haruslah fantastis jumlah penontonnya, bila tidak siap-siap berisiko flop. Film Jomblo terbaru garapan Hanung Bramantyo adalah salah satu yang siap menempuh risiko gagal melampui catatan jumlah penonton produksi pertama.
Novel Jomblo karya Aditya Mulya memang terbilang sukses. Pada masanya, penjualan novel Jomblo (2003) terbilang fantastis. Rumah produksi Sinemart memfilm-kannya tahun 2006. Film Jomblo yang dibintangi Christian Sugiono, Dennis Adhiswara, Rizky Hanggono, Ringgo Anggus, secara filmis sangat menarik. Terbukti beberapa kategori nomine FFI diraih film ini. Sayang penjualan Jomblo biasa saja.
Hanung Bramantyo, masih menjadikan novel Adhitya Mulya sebagai dasar pembuatan ulang film Jomblo dengan segala polesan perubahan. Sasaran penontonnya adalah generasi milenial. Segmen penonton film now.
Sebagian berhasil, sebagian lagi terasa mendegradasi pencapaian produksi film pertamanya.
Dari sisi cerita, Jomblo versi pertama jelas sangat kuat struktur penceritaan, dan sangat melodramatis. Tiap adegan begitu menarik, dialog-dialognya begitu kuat menyeret emosi penonton. Adegan perpisahan Lani dan Agus, jauh lebih emosional dibandiing versi remake.
Planting cerita pertemanan empat sahabat di awal film juga begitu kuat. Ketika persahabatan mereka bubar, emosi penonton pun ikut hanyut. Dan nilai persahabatan menjadi bagian yang tidak penting lagi di versi Jomblo terbaru. Scene Olip mengobrak-abrik foto-foto pertemanan di kamarnya pun terasa sekali emosinya. Bandingkan versi Jomblo (milenial) yang langsung baku pukul di pinggir pantai.
Karakter Olip, Doni, Bimo, dan Agus Gurniwa begitu kuat sekali melekat di ingatan penonton. Bandingkan dengan versi Jomblo terbaru. Ada kecenderungan pembuat film Jomblo (now), merasa bahwa penonton mereka saat ini sudah memahami karakter utama, pun cerita dan isi novel. Jadinya, ya simplifikasi!
Yang jauh kalah mengesankan dari film Jomblo now tentu saja tak hadirnya soundtrack (OST) menawan. OST versi band Seuriues dengan Candil sebagai lead vocal, jauh lebih memorable. Sendiri Itu Indah, BDG, 19 Okt, Jojoba, Kecuali Dia, tentu masih diingat penonton film Jomblo masa itu.
Secara keseluruhan cerita film Jomblo versi pemain Deva Mahendra (Olip), Ge Pamungkas (Agus), Arie Kriting (Bimo), Richard Kyle (Doni), sama persis seperti film lamanya. Beberapa twist cerita dibuat, di antaranya hadirnya suami Teh Guti -- kakak Agus. Begitu juga, kisah Doni yang justru dikerjain Asri, bukan adegan make love yang kebablasan. Sementara di versi lama, Asri dan Doni sempat bercinta.
Menarik yang diungkap Kurosawa saat Magnificent Seven versi John Sturgees sukses di pasar. Juga Yojimbo dibuat dengan judul A Fistfull of Dollars atau Last Man Standing. Kenapa bukan Kurowasa yang melakukan remake film Seven Samurai, melainkan Hollywood. Padahal Kurowasa memiliki pengaruh sangat besar terhadap para pembuat film di Hollywood. Ia hanya bilang, “Bahwa karya film itu adalah hasil spontan. Jadi kalau mau buat sebagai koreksi untuk meraih keberhasilan, biarlah orang lain yang melakukannya.”
So, seharusnya biarkan saja pembuat film lain melakukan remake film Jomblo, bukan pembuat film sebelumnya. Nah, kan!
(Sinemata/ *)
Sutradara: Hanung Bramantyo