Bioskop di Arab Saudi (1): Bioskop Ikut Bikin Susut Kas Negara
TAHUN 1970, Arab Saudi memiliki beberapa bioskop yang menayangkan film untuk publik. Tahun 1979, penyerangan Masjidil Haram terjadi. Pemerintah Saudi memperketat interpretasi Islam, termasuk menguatnya pengaruh (aliran) Wahabi. Akibatnya, bioskop-bioskop yang dituding tidak Islami dilarang dibuka kembali.
Selama lebih dari 35 tahun, Arab Saudi mengisolasi diri terhadap industri hiburan, termasuk bioskop dan film. Selama itu pula, ada satu-dua pelaku film yang diam-diam tetap berproduksi dan memutarnya di luar Saudi. Namun untuk teater atau bioskop lokal, pemerintah Saudi melarang pendiriannya. Bioskop dituding lebih dekat kepada kemudaratan, tidak membawa manfaat. Bioskop malah dituding menurunkan akidah dan kemurnian Islam. Namun seiring menurunnya ekonomi Saudi dikarenakan jebloknya nilai ekspor migas, Saudi melirik industri hiburan dan pariwisata. Saudi dianggap terlambat dibanding Qatar, Emirat Arab, Bahrain atau Kuwait yang sudah mengalihkan investasi negaranya di luar minyak.
Akhir 2017 menjadi hari bersejarah bagi Arab Saudi, penguasa baru Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman (MBS) mengizinkan bioskop beroperasi. Dan 18 April 2018 menjadi hari pertama film diputar di Arab Saudi. Film Black Panther menjadi film pertama yang diputar ibu kota Arab Saudi, Riyadh oleh grup bioskop AMC (American Multi-Cinema).
Sedikit menengok ke belakang, sebelum April 2018 lalu, sebenanrya pemerintah Saudi sudah melakukan ‘pemanasan’ dengan mengadakan festival film di Jeddah. Mereka memutas film "The Emoji Movie" and "Captain Underpants", pihak kementerian Budaya dan Informasi menunjuk dewan pengawas yang disebut Komisi Umum Media Audiovisual. “Mereka-lah yang bertugas mengawasi dan mengizinkan satu judul film diputar,” ujar Menteri Budaya dan Informasi Arab Saudi, Awwad bin Saleh Alawwad dalam pernyataan yang dilansir Reuters.
Sebelum izin pendirian bioskop diberikan kembali, sebenarnya Arab Saudi memiliki gedung pemutaran film yaitu gedung IMAX di pusat Sains dan Teknoligi Sultan bin Abdul Aziz. Namun yang diputar film-film edukasi yang diberi terjemahan (subtitle) berbahasa Arab. Dan ketika Pangeran Mohammad bin Salman memberikan izin pembukaan bioskop untuk umum, maka berubahlah perbioskopan Arab Saudi di akhir 2017 tersebut. Warga antusias menyambut kebijakan membuka diri kerajaan Saudi setelah kebijakan izin mengemudi untuk untuk kaum perempuan. Keterbukaan pemerintah Saudi – meski terbilang terlambat – pun tetap ditentang oleh kelompok-kelompok serta imam konservatif dan garis keras.
Pemerintah Arab Saudi sepertinya tak ingin warganya terus menerus keluar negeri seperti ke Emirat, Bahrain atau Kuwait, hanya untuk nonton bioskop. Data pemerintah Saudi menyebutkan, uang yang dihabiskan warga Saudi untuk mencari hiburan dan wisata di luar negeri dapat mencapai 20 miliar dolar (setara Rp 220 triliun) per tahun. Pemerintah Arab Saudi menginginkan uang itu masuk ke kas negara. Menurunnya harga minyak sejak 2014, ikut menguras kas negara.
Saudi Vision 2030 yang dicanangkan Pangeran Mohammad bin Salman, menjadi penyebab dibukanya kembali bioskop dan pusat-pusat hiburan di Arab Saudi. Harapannya, warga Saudi dapat memenuhi kebutuhan hiburan, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan baru. Saat ini sebanyak 70 persen populasi warga Arab Saudi berusia di bawah 30 tahun. Mereka inilah potensi yang menghamburkan kas negara apabila di luar negeri. Apabila industri film berkembang, pemerintah Saudi memperkirakan mampu menyelamatkan Rp 13,8 triliun per tahun.
Banyak pihak yang sudah menargetkan keuntungan melihat potensi ini. Jaringan bioskop American Multi Cinema (AMC), yang mayoritas sahamnya dimiliki Wanda Grup dari China, telah mengantongi lisensi pembukaan bioskop di Arab Saudi, termasuk bioskop pertama yang telah diresmikan pekan lalu. Adam Aron, CEO AMC, menyatakan pemerintah Arab Saudi melihat pembukaan bioskop pertama adalah simbol modernisasi dan ingin bioskop dibuka secepatnya.
AMC berencana membuka 40 bioskop di 15 kota dalam periode lima tahun ke depan. Tahun 2030, diharapkan 100 bioskop AMC dapat dibuka di 25 kota di Saudi. Majid Al-Futtaim, operator mall di Dubai, pemegang merek VOX Cinema juga telah mendapatkan izin membuka bioskop di Arab Saudi. Al-Futtaim Grup akan menginvestasikan Rp 7,4 triliun dan menyerap hingga 3000 tenaga kerja.
Pelaku film lokal menyambut gembira dibukanya bioskop. Salah satunya Haifa Al-Manour yang membuat film debutnya, Wadjda tahun 2012. “Arab Saudi selalu muncul di berita-berita. Namun, menyenangkan rasanya muncul di pemberitaan dengan kabar yang menyenangkan seperti ini,” katanya. “Sepertinya kami akan menyusul Mesir yang sudah lebih dulu maju perfilmannya sejak tahun lima puluhan,” tambahnya lagi.
Arab Saudi akhirnya membuka diri terhadap industri hiburan dan pariwisata. Kepentingan kesejahteraan diangap akan lebih membawa manfaat dibanding harus mengisolasi diri dan membiarkan warganya mencari kebutuhan hiburan di luar negeri yang menghabiskan kas negara.
So, nantikan cerita perkembangan industri perfilman Arab Saudi.
(Sinemata/ ANH)