A Man Called Ahok: Merayakan Kerinduan Lelaki Baik dalam Bioskop
PIDATO atau permintaan Ahok agar pendukungnya membubarkan diri. Meminta mereka kembali, dan ia dengan segala ketegarannya menjadi ‘martir’ menjalani keputusan pengadilan. Narasi pembuka yang sangat pas dan langsung menyentuh penonton film A Man Called Ahok (AMCA)
Ada bagian ketidakrelaan mendengar suara ‘orang baik’ harus dipenjara. Ada sisi yang sangat menyentuh mendengar permintaan agar pendukungnya membubarkan diri. Narasi pembuka suara Basuki Tjahaja Purnama ini seakan menjadi pengingat penonton ada ketidakadilan yang harus diterima sang tokoh. Bagian pembuka film AMCA ini begitu menyentuh, diyakini sebagian besar penonton ‘mewek’ di awal cerita.
Setelah bagian awal ini, film AMCA memperlihatkan cerita bagaimana orangtua Ahok membentuk karakter sang anak. Tiga perempat bagian film bercerita tentang bagaimana Ahok melihat sisi baik dan sang bapak. Termasuk petuah dan amanah sang bapak bagaimana keluarga Ahok menghadapi masalah dan menyelesaikan.
Sedikit bagian lainnya dari film adalah realita cerita Ahok menghadapi masalah soal harga diri, kejujuran, ketegasan, kekeraskepalaannya, pilihan hidup hingga sifat-sifat yang diwarisi Ahok dari sang bapak. Tidak jauh beda dari cerita novel biografi laris yang ditulis Rudy Valinka dengan judul yang sama. Ada beberapa penyesuaian dan interprestasi ulang. Tapi sebagian besar persis seperti cerita dalam novel tersebut.
A Man Called Ahok layak menjadi film box-office. Seminggu setelah film rilis, mampu meraup lebih dari sejuta penonton. AMCA diyakini mampu melewati angka 1,5 juta penonton di minggu keduanya. Dan kemungkinan selesai di angka 1,8 juta penonton. Jumlah penonton yang cukup besar untuk satu film biosgrafi. Apabila angka di atas 1,5 juta penonton tercapai, setidaknya AMCA mengikuti jejak keberhasilan film Habibie dan Ainun sebagai film biografi sukses.
Sangat sedikit film biografi, utamanya film Indonesia, yang mampu merauh lebih dari sejuta penonton. AMCA, termasuk berhasil. Banyak faktor pendukung keberhasilan AMCA, setidaknya faktor kecintaan, kebaikan, ketegasan, keberanian Ahok menjadi kerinduan yang menyatukan penonton hadir di dalam bioskop. Film AMCA seakan menjadi pengobar rindu hadirnya orang baik, pemimpin lurus, pemimpin baik yang selama ini tertanam dalam pikiran dan benak penonton.
Tidak sulit menemukan alasan penonton hadir dan berbondong menyaksikan A Man Called Ahok. Mereka merindukan pemimpin yang baik dan dicintai. Kalau film wajib memberikan hiburan kepada penontonnya, melalui A Man Called Ahok-lah mereka mendapatkan hiburan sambil merayakan kerinduan hadirnya pemimpin baik itu.
(Sinemata/ *)
Sutradara: Putrama Tuta
Pemain: Daniel Mananta, Denny Sumargo, Chew Kin Wah, Sita Nursanti, Donny Damara, Eriska Rein, Ferry Salim, Jill Gladys