Alita – Battle Angel: Terseok dalam Meraup Keuntungan

Alita – Battle Angel: Terseok dalam Meraup Keuntungan

LIHAT dua nama pembuat film Alita Battle Angel, punya harapan lebih. Alita bukan sekadar film animasi 3D dengan gabungan live-action adegan-adegan menawan. Referensinya jelas, Avatar karya fenomenal James Cameron. Atau adegan-adegan penuh kegilaan film-film yang pernah dibuat Rrobert Rodriguez, seperti; Sin City, Machette atau From Dusk Till Dawn. Nyatanya Alita tak istimewa betul. Begitu juga sales-nya.

Kalau menghadirkan live-action, adegan pertempuran yang luar biasa menarik, perkelahian yang bikin mulut ternganga tentunya ada. Namun tak sepenuhnya terpuaskan adegan laga yang tercipta. Padahal, bermodal kualitas 3D animasi campuran dengan manusia betulan, mestinya pembuat Alita mampu berkreasi melebihi ekspektasi penontonnya. Paling yang menarik adegan laga di arena motorball. Juga keseruan laga Alita versus Grewishka.

Begitu juga dari sisi cerita. Tak sekuat Avatar, juga tak semenyentuh dan se-emosional drama fiksi ilmiah penghancuran koloni Pandora dan kaum Navi. Di tangan James Cameron, Avatar begitu epik. Sementara Alita terlalu renyah, dan tak ada isu sosial bisa ditawarkan. Bahwa keduanya bercerita tentang masa depan, semakin hancurnya peradaban. Penguasa zalim yang digambarkan sebagai pemilik strata lebih tinggi – dan memang tinggalnya di pesawat yang melayang-layang. Kalau mau hidup enak, manusia ya harus bisa pindah ke pesawat tersebut. Dan ini yang dijanjikan sang penguasa buat warga ke ‘dunia bawah’ yaitu kemuliaan dengan pindah ke ‘dunia atas’.

Semua penonton juga pasti yakin James Cameron, seperti kebisaannya, selalu memberikan kejutan buat penontonnya. Termasuk dalam menawarkan ide dan konsep filmnya. Sebut saja Avatar, Alien, Terminator, Titanic yang fenomenal dan monumental. Hebatnya lagi adalah kesemuanya menjadi film mega-hit, alias bawa keuntungan besar. Rekor pendapatan Avatar (2,8 miliar USD) sampai hari ini  saja belum terpecahkan.

Alita tak menawarkan isu menarik dan tak ada kebaruan cerita. Bahwa peradaban manusia masa depan adalah kemunduran. Seperti galibnya film fiksi ilmiah masa depan, robot, teknologi, semua kecanggihan hasil pikir digunakan untuk menguasai. Penguasa digambarkan mampu mengendalikan kehidupan manusia lain. Kelas sosial selalu menjadi isu yang melahirkan pertikaian dan perang.

Di tahun 2563, Iron City merupakan kota sampah peradaban. Alita menjadi cyborg yang dihidupkan kembali oleh ahli sibernetika Dr Dyson Ido. Iron City punya penguasa yang tinggal di awing-awang, warga menyebutnya Zalem. Siapapun ingin pergi ke Zalem untuk menjadi warga terhormat. Selain dengan duit, menjadi juara motorball, orang juga bisa menjadi pengabdi penguasa. Bisa sebagai hunter warrior, yaitu menghabisi cyborg penentang penguasa. Hugo, kekasih Alita, ternyata jadi hunter warrior. Selain menghabisi crborg, ia juga menjual organ tubuh dari cyborg yang dihabisi.

Alita ternyata bukan cyborg biasa ketika dia menemukan tubuh Berserker. Berserker ini cyborg dengan teknologi tercanggih 300 tahun lalu. Dan Dyson Ido menghidupkan kembali Alita setelah kalah dari Gerwishka, dengan mencangkokan tubuh Berserker.

Bertempurlah Alita sang dewi perang menghadapi kekuasaan Nova, ilmuwan penguasa Zalem.

Sampai minggu keempat setelah rilis, Alita: Battle Angel terseok dalam meraup pemasukan. Penjualannya terbilang seret. Beruntung Alita tertolong peredaran internasionalnya. Total, Alita sudah meraih 267 juta USD. Sebesar 61 juta dihasilkan wilayah Amerika Utara. Plus 206 juta USD dihasilkan dari luar, dan 64 juta USD dihasilkan dari pemutaran di China daratan. Uniknya, ketika masuk ke China, film ini dijual dengan mengedepankan nama James Cameron, bukan sutradaranya. James Cameron punya rekam jejak sebagai pembuat Avatar dan Titanic yang mampu menarik minat penonton di China. Sayang koleksi 267 juta USD dianggap pemasukan pas-pasan untuk film bermodal produksi 170 juta USD.

(Sinemata/ AMI)

Sutradara: Robert Rodriguez

Pemain: Rosa Salazar, Christoph Waltz, Mahershala Ali, Jennifer Connelly, Ed Skrein, Jackie Earle Haley, Keean Johnson

Tags