Rambo – Last Blood: Undangan Pesta Pertumpahan Darah
PETUALANGAN Rambo tak pernah usai. Pertempuran demi pertempuran tak membuat John Rambo lelah. Tapi di Last Blood, sepertinya John Rambo harus berpikir untuk benar-benar istirahat. Seperti yang terucap di akhir film, “Jiwaku terus berkelana, tapi aku ingin rehat di tanah kelahiranku ini”. So, John pun rehat di kursi goyang nya.
Mudah-mudahan Last Blood menjadi episode pamungkas petualangan Rambo. Gak ada lagi gorokan leher musuh-musuh yang juga haus darah. Secara tersirat, Rambo Last Blood memang seperti episode pamit John Rambo. “Doi, seng ada lawan!”
Meski cerita awalnya berjalan lambat, secara keseluruhan Last Blood cukup menghibur. Film dibuka, ketika tim penyelamat sudah putus asa menyelamatkan pendaki yang terluka di gunung. Sementara badai hedak menerjang. John Rambo yang dianggap sinting, dengan kudanya tetap naik gunung dan menyelamatkan mereka. Sayang dari tiga orang hanya, satu yang selamat.
Di saat ketenangan sudah mendekat, anak angkat John, Gabrielle, berencana meninggalkannya. Ia masuk bangku kuliah. Dengan berat hati John dan sang nenek, merelakan Gabrielle pergi. Kesedihan mereka berlanjut, ketyika Gabrielle memilih mencari ayahnya yang tinggal di Meksiko. Ia ingin tahu kenapa sang ayah pergi meninggalkan keluarga. John sudah mengingatkan agar tak masuk wilayah Meksiko. Gabrille memilih memuaskan hasrat rasa ingin tahunya.
Di Meksiko, Gabrielle menjadi korban penculikan. Mafia perdagangan perempuan sudah sangat berkuasa. John sadar tak mungkin ia bisa mengeluarkan Gabrielle dari Meksiko. Kematian Gabrille memaksa John Rambo kembali dan menantang geng penjahat Martinez bersaudara.
Rambo Last Blood cukup menghibur. Tapi kruang impresif dalam memikat penonton. Bahwa penonton dipuaskan oleh dendam yang dikobarkan Rambo terhadap kawanan mafia perdagangan perempuan, betul adanya. Darah muncrat, kepala lepas, seakan menjadi ekstase atau malah katarsis bagi jiwa Rambo yang sulit melepas pedihnya masa lalu perang Vietnam.
Penonton hepi diajak merayakan dendam terhadap gerombolan penjahat. Kalau biasanya, ada teriakan kecil karena adegan kekerasan, kali ini kok rasanya ada kenikmatan melihat Rambo mencacah musuh-musuhnya. Adegan perang dalam bunker bawah tanah, seakan menjadi ungkapan memori masa lalu kelam John Rambo. Persis seperti ungkapan di awal yang diucapkan Rambo saat leyeh-leyeh di kursi goyangnya. Jiwanya terus berkelana, ia sudah melihat orang-orang mati tak terhitung jumlahnya. So, kalau cuma 25 nyawa yang tewas di tanah pekarangannya, bukanlah apa-apa. Toh mereka gerombolan penjahat.
(Sinemata/ AMI)
Sutradara: Adrian Grunberg
Pemain:
Sylvester Stallone (Rambo), Paz Vega (Carmen Delgado), Yvette Monreal (Gabrielle), Louis Mandylor, Sheila Shah (Alejandra), Óscar Jaenada ( Victor Martinez), Sergio Peris-Mencheta (Hugo Martínez)