Kisah Serangan Tersembunyi Jenderal Soedirman

Kisah Serangan Tersembunyi Jenderal Soedirman

USAI berkumandangnya kemerdekaan Indonesia, pemerintah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan memilih panglima besar. Soedirman pun terpilih menjadi jenderal dan panglima besar yang membawahi TKR. Tak berselang lama terjadilah Agresi Militer II. Belanda mengingkari Perjanjian Renville dan kembali menyerang Indonesia.

Belanda menyerang Yogyakarta yang saat itu adalah ibu kota Indonesia. Sebagai seorang panglima besar, Jenderal Soedirman ingin terus mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan ingin menunjukkan pada Belanda bahwa tentara indonesia masih ada. Jenderal Soedirman beserta anak buahnya mulai menyusun taktik perang gerilya.

Kehebatan dan perjalanan Jenderal Soedirman dalam melakukan serangan gerilya inilah yang diangkat oleh Viva Westi dalam film garapannya. Film Jenderal Soerdirman merupakan wujud kepedulian terhadap tokoh sejarah dan menjadi kado ulang tahun Kemerdekaan RI yang ke-70.

Film ini dimulai saat Indonesia baru membentuk TKR dan Soedirman (Adipati Dolken) terpilih sebagai panglima besar. Sebelum melakukan perang gerilya, Jenderal Soedirman mengajak Soekarno (Baim Wong) dan Hatta (Nugie) untuk ikut serta dalam bergerilya, namun Bung Karno lebih memilih tetap tinggal di kediamannya.

Dalam keadaan sakit, Jenderal Soedirman tetap berjuang melawan Belanda dengan serangan gerilya. Dengan bantuan orang kepercayaanya, Kapten Tjokropranolo (Nolly, Ibnu Jamil), beserta pasukannya, ia mulai memasuki hutan di Jawa dan meluluh lantahkan pasukan Belanda.

Sejarah Dalam Drama

Film Jenderal Soedirman ini sekaligus membuka mata kita bahwa untuk menaklukan musuh tidak melulu melakukan perang terbuka. Dalam film ini pun menguak sebuah issue kontroversi tentang strategi mempertahankan kemerdekaan yang beragam.

Film ini menghadirkan Soekarno dan Tan Malaka yang menjadi tokoh besar sekaligus paham mempertahankan NKRI yang berbeda. Jelas saat penolakan Soekarno untuk perang gerilya menandakan bahwa ia bukan sosok yang turun berperang bersama rakyat melainkan lebih memilih melakukan perundingan. Hal yang paling parah tentu saat ia menyambut kedatangan Soedirman di istana dan difoto wartawan.

Berbeda dengan Tan Malaka, ia digambarkan sebagai pembangkang negara, ia menggalang kekuatan komunis saat para pemimpin bangsa ditahan KNIL. Para tentara komunis digambarkan sebagai kekuatan militer yang keji dan tidak bertanggung jawab.

Totalitas Pemain

Jika kita lebih sering melihat wajah kalem dari Adipati Dolken, di film ini ia harus tampil sangar dan kusam. Namun wajah Adipati masih terlihat terlalu muda untuk memerankan tokoh Jenderal Soedirman. Mengisahkan Soedirman di usia 29 tahun, wajah Adipati Dolken tak menceminkan usia tersebut. Karena meski usianya 29 tahun, Soedirman memiliki paras yang sedikit lebih tua dari usianya.

Kemudian tokoh Soekarno yang diperankan oleh Baim Wong terasa kurang ‘greget’. Pemeran soekarno di film Soekarno mungkin lebih tepat kembali didapuk menjadi Soekarno. Kemudian ada beberapa tokoh yang juga ikut melakukan gerilya namun tidak ditampilkan dalam film ini, sebut saja Jenderal Nasution dan TB Simatupang.

Di luar dari semua itu, para pemain telah memerankan perannya dengan baik dan begitu menjiwai. Letupan bom dan suara dentuman senjata menambah rasa gemetar saat menyaksikannya. Kita seolah kembali dimasa darurat militer pada tahun 1948-1949.

Sejatinya film ini dapat menjadi oase baru dalam sejarah Indonesia, penyampaian perjuangan yang ringat tidak membuat penonton merasa digurui. Film ini sangat cocok sebagai bahan edukasi masyarakat dan lebih mengenal lagi sosok yang hanya kita ketahui sebagai nama jalan saja. TNI AD pun ikut berperan serta dalam film ini dengan melibatkan 200 kru dan personelnya. Bagi yang penasaran seperti apa kehidupan di zaman ini dan mengenal lebih dalam sosok besar Jenderal Soedirman. Nantikan 27 Agustus 2015 di seluruh bioskop tanah air.

Tags