Nay: Mengumpulkan Dana, Mencari Penonton, Ah Sulitnya!
NAY adalah sebuah film monolog karya penulis Djenar Maesa Ayu. Film Nay merupakan film ketiga yang ia adaptasi dari novelnya sendiri. Djenar bertindak sebagai sebagai penulis skenario, sutradara, sekaligus produser. Djenar ingin mengangkat ikhwal perempuan dan masalah-masalahnya dalam sebuah monolog. Bisa dibilang film ini menggunakan teknik penceritaan yang unik. Tokoh utama hanya duduk di mobil berkendara random sambil berbicara dengan dirinya sendiri, atau sesekali bertelepon dengan lawan bicara. Tidak mudah, menarik penonton menikmati gaya tuturan seperti ini.
Sha Ine Febriyanti sebagai Nay, yakni tokoh tunggal dalam film berdurasi 80 menit ini. Sedangkan pemain lain hanya menyumbangkan suaranya lewat pembicaraan telepon.
Mengingat biaya produksi terbatas, Djenar menyiasatinya pemilihan karakter pemain yang kuat dan cerita menarik. Ia berharap verbal tokoh utama tak membosankan dan mudah dicerna. Tentunya, penonton tak beranjak dari bangku hingga film berakhir. Film Nay mengingatkan film yang dibintangi Tom Hardy berjudul Locke yang menggunakan setting di mobil berjalan. Bedanya hanya pada konflik yang diangkat.
Dalam sistem pendanaan, rumah produksi Rumah Karya Sjuman ini sejak awal mencarinya dengan cara crowd-funding. Djenar menggunakan platform wujudkan.com. Platform ini pernah digunakan tim film Atambua 390 Celsius untuk menggalang dana produksi. Proses penggalangan dana berlangsung selama tiga bulan. Dalam rentang waktu tersebut, Djenar bisa memperoleh Rp 250 juta. Dan pemberi sumbangan, mendapatkan imbal balik seperti tercantum di situs crowd-funding. Banyak film-film didanai dengan cara seperti yang berhasil, tapi banyak juga yang tetap kesulitan mengumpulkan dalam jumlah yang diharapkan. Gerilya yang dilakukan sutradara-produser Sammaria Simanjuntak untuk film Demi Ucok terbilang berhasil.
“Terlepas masalah pengumpulan dana produksi, melalui film ini saya ingin mengangkat isu perempuan dan konflik mereka, tentang tekanan pekerjaan, problema ibu dan anak, serta kekerasan seksual,” jelasnya. Metafor itu dihadirkan Djenar melalui perjalanan Nay mengelilingi kota Jakarta. Persis seperti tagline film: “Hidup bukan untuk mencari perhentian namun untuk melakukan perjalanan”. Itu sebabnya, seluruh peristiwa dan konflik tergambar di mobil yang sedang berjalan.
Anda tertarik?
(Sinemata/ TR)
Foto: dari berbagai sumber