Sumiati: The Urban Legend: Hantu Rasa Lokal, Sukses Nasional

Sumiati: The Urban Legend:  Hantu Rasa Lokal, Sukses Nasional

DI hari pertama rilis film di kota Makassar, Kamis (26/11), Sumiati: Urband Legend hanya diberi tiga layar. Begitu antusias penonton meledak, film diputar di 10 layar di kota. Kota lain pun juga terjadi penambahan layar. Sayang respon penonton di Bandung, Yogyakarta, Surabaya tak terlalu antusias dibanding Makassar, Manado, Palu,  Banjarmasin, Samarinda.

Film Sumiati menjadi film box-office di Makassar. Bahkan sampai minggu kedua, pertunjukannya masih diantri. Tapia pa yang membuat Sumiati menarik?

Sumiati merupakan legenda kota Makassar. Sumiati dikenal sebagai hantu yang paling ditakuti dengan ciri-ciri berpakaian merah. Konon, hantu Sumiati adalah roh penasaran yang diperkosa setelah pesta pernikahannya. Pelakunya, segerombolan laki-laki, namun yang diingat Sumiati, pelakunya berbaju merah. Malu karena martabatnya telah jatuh, Sumiati memilih bunuh diri. Roh Sumiati gentayangan dan memburu setiap laki-laki berbaju merah. Di Makassar, ada beberapa tempat yang tidak boleh didatangi laki-laki berpakaian warna merah. Mirip seperti mitos Nyi Roro Kidul yang mencari korban berpakaian warna hijau.

Legenda dan cerita hantu Sumiati tidak hanya ada di Makassar, tetapi sudah sampai Papua. Popularitas hantu Sumiati menginspirasi Art2Tonic mengangkat ke layar film. “Hantu Sumiati sudah menjadi legenda di Makassar bahkan sudah menjadi legenda di Indonesia bagian timur. Kami terinspirasi membuat kisah Sumiati menjadi tontonan menarik,” ujar Syahrir Arsyad Dini (Rere), sutradara sekaligus penulis skenario Film Sumiati.

Sumiati bisa box-office juga karena cerita duka cinta si hantu. Kisah perjuangan perempuan yang ingin membuktikan kesetiaannya. Sebenarnya, menjadi premis yang umum mengenai dendam roh gentayangan ini, namun psikologi dan ikatan emosional kedaerahan menjadikan film horror Sumiati makin diminati penonton film.

“Seluruh pemain di film ini semuanya asli Makassar, lokasi syuting juga di Makassar. Jadi dari segi bahasa dan tempat kejadian lebih terasa kelokalannya. Di Makassar ada adat namanya siri na pacce, ‘mati menjadi terhormat daripada harus menanggung malu’ ini juga menjadi dasar cerita.  Sumiati bunuh diri agar tidak membuat suaminya malu,” jelasnya.

Film Sumiati juga diproduksi dengan bujet yang tidak besar. Itu sebabnya, keberhasilan film ini sebagai box-office di Makassar menjadi pencapaian luar biasa bagi rumah produksi Art2Tonic. Rumah produksi juga semestinya bisa meniru yang dilakukan Art2Tonic, kelokalan sebuah film juga diperlukan. Film Siti, peraih penghargaan Film Terbaik FFI 2015, juga bercerita tentang kelokalan isu social. Termasuk bahasa daerah yang digunakan di dua film itu. Cukup menarik untuk dijadikan masukan dan memperkaya khasanah perfilman Indonesia yang selalu menyuguhkan wajah ‘Jakarta’.

Yuk dicoba!

(Sinemata/TR)

Foto: dari berbagai sumber

Tags