Industri Perfilman China (2): Cerita Sukses Akusisi, Ekspansi, Industri & Guyuran Triliun
DI kala semua sektor industri di China mengalami perlambatan, industri kreatif – terutama perfilman – justru mengalami peningkatan. Angka persentasenya sungguh ‘gila-gilaan’. Fantastis!
Sekadar untuk menggambarkan peningkatan luar biasa industri perfilman China adalah penjualan tiket selama tahun 2015 lalu. Wharton University of Pennsylvania, mencatat hasil penjualan tiket bioskop mencapai 6,8 miliar USD, atau setara Rp 89 triliun. Dibanding tahun 2014, angka tersebut merupakan peningkatan sebesar 49%. Tidak ada kapitalisasi peningkatan penjualan tiket bioskop sebesar yang diraih China.
Tidak usah membandingkan pertumbuhan industri perfilman China lima atau 10 tahun lalu. Satu atau dua tahun lalu saja sudah jauh berubah. Peningkatan tidak saja di hasil tiket penjualan. Jumlah bioskop, jumlah produksi film, hingga ekspansi miliarder China ke Hollywood terus menghiasi cerita manis perfilman China.
Kisah percepatan industri hiburan – utamanya perfilman China – tidak hanya didominasi sukses China Film Group (CFGC). CFGC, perusahaan industri hiburan milik pemerintah, bertindak sebagai distributor, ekshibitor, jasa teknik hingga produser. Ekspansi mereka menguasai hampir 35 persen lini bisnis industri perfilman China. Mereka juga ikut mendanai film-film Hollywood, Hong Kong maupun pekerja kreatif di daratan China.
Film-film seperti Man of Tai Chi (Keanu Reeves), The Monkey King, The Crossing, The Seventh Son, Furious 7, Crouching Tiger Hidden Dragon 2, Mermaid adalah bagian dari investasi CFGC. Yang mutakhir tentunya The Warcraft dan The Great Wall. Keduanya menanti jadwal rilis di 2016 ini.
Sebagian besar film-film Hollywood bisa beredar di daratan China, diharuskan menggandeng perusahaan lokal sebagai distributor. CFGC adalah pemain utamanya. Itu sebabnya, kontrol peredaran film di luar produksi China, tetap bisa dikendalikan oleh negara!
Kisah sukses lainnya adalah Wanda Group di sektor ekshibisi. Semenjak mengakuisisi AMC Theaters dengan nilai Rp 34 triliun, Wanda memiliki jaringan bioskop raksasa di Amerika Utara. Nilai akuisisi menjadi transaksi terbesar China di Amerika untuk menguasai 13% layar atau setara 5200an layar. Berkat akuisisinya juga, dalam 18 bulan Wanda meraup pemasukan Rp 1,3 triliun dari penjualan tiket film di jaringan AMC.
Wanda juga menguasai 6%, atau kurang lebih 1800an layar. Nilai penjualan tiket di daratan China tahun 2015 mencapai Rp 8,9 triliun. Wanda juga ekspnasi hingga Australia dengan mengakuisisi jaringan bioskp Hoyt. Termutakhir tentunya langkah besar Wanda mengakuisisi Legendary Entertainment senilai Rp 45 triliun. Produksi mutakhir Legendary di antaranya adalah Jurasic World, Krampus, Crimson Peak, Steve Jobs.
Cerita portofolio Grup Alibaba masuk ke industri hiburan, pun juga terbilang bak leap frog (lompatan katak). Logo Alibaba di film Mission Impossible Rogue Nation, bukan sebagai sponsor sehingga ada insersi adegan opera China saat aksi kejar-kejaran Tom Cruise di gedung opera. Alibaba menjadi salah satu investor film. Alibaba juga mengakuisisi banyak perusahaan di industri hiburan dan menggabungkannya menjadi Alibaba Pictures Group.
Dan daftar keberhasilan China berekspansi ke penjuru benua tak terlepas dari besarnya anggaran berlebih yang mereka. Ketika industri lain loyo, mereka alihkan ke industri kreatif, utamanya industri perfilman. Hollywood (baca: Amerika) pun mengalihkan semua proses produksi, pemasaran hingga ekspansi bisnis ke China yang telah memiliki ekosistem industri perfilman yang stabil. Bila mensyaratkan 3M – man, money & machine – sebagai kelayakan disebut industri. China sudah memenuhi ketiganya. Dan akan terus meraksasa. Cita-cita pelaku industri perfilman China cuma dan layak diapresiasi: tahun 2020, mereka akan kalahkan industri perfilman Hollywood di segala lini usaha. Dahsyat!
(Sinemata/AMI)
Sumber:
Wharton University, CFI, Finance Asia, Wikipedia